Jumat, 10 Oktober 2014

Untukku Dan Teruntukmu

Beberapa menit sudah berlalu, dengan pikiran sebelah mata. 

Hari kini lebih haruh dari sebelumnya, lebih sendu dari hari kemarin. Katamu, Aku pernah di juluki perasaan yang sering disebut-sebut orang yaitu penyakit sendu. Seperti kerang yang tak pernah tahu didalamnya ada mutiara, tapi mutiaranya hilang di ambil orang, di rampas begitu saja. Dan, yang aku tahu walau aku bukan seperti mutiara yang selalu ada di dalam sebuah tempat tertutup seperti kerang, Tetap saja sendu, seperti aku mengenal dirimu, sejak itu. 

Perlahan, perubahan semakin mendekat. Kini sendu mulai menghilang dari pikiran-pikiran itu. Kata orang; berhijralah sebelum pikiran itu benar-benar merenggut khayalan-khayalan di bait indahmu, khayalan yang sudah kau anggap seperti kenyataan, seperti halnya menemukan emas, dan emas itu hanya kamu dan tanpa ada satupun orang yang bisa melihatnya, tapi emas itu hanya khayalan konyolmu. Dan memang hanya ada dalam angan-angan, bukan kenyataan. Kini terpuruklah aku dalam piluh. Maka banyak harapan sebelum sendu mengikat di pikiran. Jauhi sendu kalau takut dengan keangan-anganan konyol itu. Jauhi dia, Jauhi pikiran yang membuatmu piluh.

Seketika semua berubah begitu saja, tadinya sendu ingin berteman dengan hati, kini ia enggan sekali mendekati, karna ia tau bahwa yang membakar semangat hanyalah hati dan pikiran itu sendiri, bukan dengan berteman dengan kesenduan itu. Kita tahu, Sendu selalu menginginkan keluhan yang tinggi, jauhilah sendu, jauhilah keluhan itu.

Lagi-lagi semangat untuk menjauhi sendu semakin berkutat dengan waktu, kuat seperti perahu yang menopang ribuan orang, ribuan kendaran. Sampai di terpa badai pun ia tetap kuat. Begitulah seharusnya semangat. Bukan seperti Pasir yang di pinggir pantai, terombang ambing, di aliri air terus air menjauh. Bukan seperti Harapan yang isinya banyak tapi nyatanya kosong. Kuatkanlah tekat, kuatkanlah imajinasi, apa yang sudah menua biarkan ia mengalir seperti kertas kosong yang diisi ribuan kenyataan.

Seiring menceritakan kesenduan yang kemarinnya selalu menghantui, sekarang Semangat berkobar dimana-mana. Sajak ini bisa saja mengubah kepribadian sehari-hari, Mengubah sendu menjadi ceria. Seperti rindu yang ditikam sendu, kini dia berteman dengan temu. Begitulah penyemangat setiap pagi, di setiap harimu. 
Untukku dan Teruntukmu; Semoga harapan konyol menjauh dari angan semoga kenyataan datang dan tumbuh menuah di hari indah kita. Salam dari tulisan rendah dengan hati yang mulia. 



-- Fikri Ibrahim 
Twitter @co_beim




Tidak ada komentar:

Posting Komentar