Terhitung dengan jumlah berapa perdetik aku menuntun (mu) kembali dimana aku berusaha menjadi apa yang di minta dengan pemintaan batin . Satu persatu mengingatkan jalan, menatap lebar ke penjuru huni. Aku bertanya? Kenapa pintu ini masih saja terbuka lebar dengan di hidupkannya cahaya kecil yang menyela ke sela-sela kosong kecil. kenapa? Bisuk ku hanya menggerutuh. Bertahap setelah awal, Mengakui kecalakaan kecil ini terhitung berapa kali di masa peringatan. Menjamu keheningan juga mengikuti jalannya aku belajar menuntun (mu) . Aku sepi dikala itu, Ada kosong di pikiran yang mengancam imajinasiku, sunnguh piluh .
Betapa keram bencana kerinduan ini, Aku Haus saat ini. Haus akan keadaan seperti kemarin-kemarin. Masih belum sadarkah kau aku begitu berusaha menuntun (mu)! Masihkah! Masih! Begitu kasar aku mengungkapkannya, Apa kau tak peka dengan ini semua! ahh kau Payah! Sangat Payah ! Ocehan bergentang lantang saat hati berbicara kasar sperti ini. Aku bertanya kepadamu, Apakah Ada yang menuntun (mu) Selain.. .. . aku? Adakah? Adakah! Dengan gertakan pertanyaan yg membuatmu ketakutan. Tiga kali aku menanyakan Kepastian ini!
Adakah? "Aku masih saja terus memaksakan diri". Lalu Keheningan berbius Riuhh,huuuuu Pelan demi pelan.
Iya, ada. Jawaban singkat yang terdengar Pelan tertiup angin. Apa? Ada! Kebingungan semakin membuat pikiranku tak menentu. ada, iya ada! Aku menghembuskan nafas kecewa yang amat amat amat kecewa saat itu. Bertanya, Siapa itu? Untuk ini Aku tak selantang menanyakan sebelumnya. Siapa Dia?!! Jawab!! Siapa!! Si aa paa ? Sambil membatuk tersenggal-senggal . Siapa dia? Lalu ada jawaban pelan, kau tak perlu tau siapa dia, dia cuman ada 1 bahkan hanya terlihat sama orang yang benar-benar mendalami apa itu arti dari Agama. Jadi kamu gak mau ngasih tau yang sebenarnya? Aku menerka-nerka. Apa dia Lelaki? Apa dia Ganteng? Apa Dia Kaya? Apa dia Baik? Sudahlah kau tak menerka-nerka begitu. lagi-lagi suara pelan terdengar riuh. Aku hanya bisa membayangkan dia tak lebih dan tak seganteng yang kupikirkan sambil membatin dalam yakin. Esok, Hari lusa akan kuberitahu siapa dia.
Hitungan hari aku masih belum mengetahui siapa lelaki atau siapa dia? Terbayang dalam Ironi seperti mistery yg tergoyang di pikiranku . Aku berfikir keras lagi, Siapa sebenarnya dia ? Semakin hari aku semakin gila dibuat terkaan ini! ......
Suara Pelan lagi-lagi terdengar riuh, Selama kau menuntun ku, Aku sudah menjadi apa yang kau pinta. kini Sebaliknya akulah yang harus menunutunmu bukan lagi aku yang di tuntun . Apa Kau tau, Kenapa kau bisa gilak memikirkannya, Karna yang kau pikirkan itu Tanpa wujud dan tanpa dia ganteng, tanpa dia baik dan bahkan tanpa dia lelaki atau wanita. Dia itu 1, tunggal! Dia itu TUHAN! Dialah yang memiliki segala Sifat dari seluruh semesta! Dia maha dari segala maha, Besar dari segala besar !
Sebelum kau menuntunku untuk lebih dekat dengannya, aku sudah dituntun oleh hati sebelum itu untuk lebih dekat dengan Dia. Kenapa? Apa kau merasa bersalah sudah tak mengenal siapa Kau sendiri! Kali ini suara Pelan itu terdengar lantang seketika sama saat aku menanyakan Siapa dia! Semakin keras Semakin keras! Sudahlah, Udara berputar dari Panas ke hujan, Sejuk ke merbak kau tetap bisa menuntunku, tapi sebelumnya kau harus Di tuntun oleh Hatimu. Pelan suaranya mengenakkan ke hati yang penuh dengan menerka-nerka.
Saat itu, suara pelan dengan bisikan kuat menghilang akan tetapi masih membekas di relung yang dalam, Hati!
Aku menuntunmu bukan lagi kau yang menuntunku!
Fikri Ibrahim
@co_beim
Betapa keram bencana kerinduan ini, Aku Haus saat ini. Haus akan keadaan seperti kemarin-kemarin. Masih belum sadarkah kau aku begitu berusaha menuntun (mu)! Masihkah! Masih! Begitu kasar aku mengungkapkannya, Apa kau tak peka dengan ini semua! ahh kau Payah! Sangat Payah ! Ocehan bergentang lantang saat hati berbicara kasar sperti ini. Aku bertanya kepadamu, Apakah Ada yang menuntun (mu) Selain.. .. . aku? Adakah? Adakah! Dengan gertakan pertanyaan yg membuatmu ketakutan. Tiga kali aku menanyakan Kepastian ini!
Adakah? "Aku masih saja terus memaksakan diri". Lalu Keheningan berbius Riuhh,huuuuu Pelan demi pelan.
Iya, ada. Jawaban singkat yang terdengar Pelan tertiup angin. Apa? Ada! Kebingungan semakin membuat pikiranku tak menentu. ada, iya ada! Aku menghembuskan nafas kecewa yang amat amat amat kecewa saat itu. Bertanya, Siapa itu? Untuk ini Aku tak selantang menanyakan sebelumnya. Siapa Dia?!! Jawab!! Siapa!! Si aa paa ? Sambil membatuk tersenggal-senggal . Siapa dia? Lalu ada jawaban pelan, kau tak perlu tau siapa dia, dia cuman ada 1 bahkan hanya terlihat sama orang yang benar-benar mendalami apa itu arti dari Agama. Jadi kamu gak mau ngasih tau yang sebenarnya? Aku menerka-nerka. Apa dia Lelaki? Apa dia Ganteng? Apa Dia Kaya? Apa dia Baik? Sudahlah kau tak menerka-nerka begitu. lagi-lagi suara pelan terdengar riuh. Aku hanya bisa membayangkan dia tak lebih dan tak seganteng yang kupikirkan sambil membatin dalam yakin. Esok, Hari lusa akan kuberitahu siapa dia.
Hitungan hari aku masih belum mengetahui siapa lelaki atau siapa dia? Terbayang dalam Ironi seperti mistery yg tergoyang di pikiranku . Aku berfikir keras lagi, Siapa sebenarnya dia ? Semakin hari aku semakin gila dibuat terkaan ini! ......
Suara Pelan lagi-lagi terdengar riuh, Selama kau menuntun ku, Aku sudah menjadi apa yang kau pinta. kini Sebaliknya akulah yang harus menunutunmu bukan lagi aku yang di tuntun . Apa Kau tau, Kenapa kau bisa gilak memikirkannya, Karna yang kau pikirkan itu Tanpa wujud dan tanpa dia ganteng, tanpa dia baik dan bahkan tanpa dia lelaki atau wanita. Dia itu 1, tunggal! Dia itu TUHAN! Dialah yang memiliki segala Sifat dari seluruh semesta! Dia maha dari segala maha, Besar dari segala besar !
Sebelum kau menuntunku untuk lebih dekat dengannya, aku sudah dituntun oleh hati sebelum itu untuk lebih dekat dengan Dia. Kenapa? Apa kau merasa bersalah sudah tak mengenal siapa Kau sendiri! Kali ini suara Pelan itu terdengar lantang seketika sama saat aku menanyakan Siapa dia! Semakin keras Semakin keras! Sudahlah, Udara berputar dari Panas ke hujan, Sejuk ke merbak kau tetap bisa menuntunku, tapi sebelumnya kau harus Di tuntun oleh Hatimu. Pelan suaranya mengenakkan ke hati yang penuh dengan menerka-nerka.
Saat itu, suara pelan dengan bisikan kuat menghilang akan tetapi masih membekas di relung yang dalam, Hati!
Aku menuntunmu bukan lagi kau yang menuntunku!
Fikri Ibrahim
@co_beim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar