Rabu, 09 September 2015

Perihal Rindu

Dari sekian cerita, sekian duka lalu tawa. Kenapa harus sedini ini kau mengembalikan itu semua? Kau tau, aku bukan lagi orang yang menunggu untuk kau ucapkan selamat pagi kasih, atau selamat malam orang teristimewa yang terus menerus menjadi bahagiaku setelah senyum ibu. Gerutuhmu sejak itu.

Malam yang dingin di selimuti kenangan bercampur hayalan, kau semakin menjadi-jadi dalam hening di temani paduan suara dari kodok, bahkan suara jangkrik sekalipun. 

Kenapa kau masih sering muncul di ingatan, bukannya kau sudah ku suruh pergi sejauh-jauhnya. Jujur, aku malu. Aku malu pada amarahku, aku malu pada keluahanku, dan aku malu pada diriku yang sampai sekarang belum bisa mematahkan ego yang berkepanjangan.

Dengan keadaan seperti ini, aku tak bisa selalu melihatmu bahagia dengan teman-temanmu, kedekatakanmu dengan orang yang sampai sekarang aku gak tau siapa dia dan apa peran dia dalam hari-harimu. Masih berpikir sampai sekarang, aku yang berubah apa kau yang berubah. Aku yang sibuk dengan kuliahku, dan kau sibuk dengan kerjaanmu. Kadang kala aku ingin bercerita panjang lebar tentang apa yang ku rasakan di kampus yang ku anggap seperti penjara. Sementara itu, kau terlalu sibuk dengan duniamu, kau sudah mulai lelah mendengar keluhanku, tapi bukankah kita harus saling mendengar, saling menjaga. Aku menghawatirkanmu. 

Sampai sekarang, aku selalu menunggu. Menunggu kau memulai percakapan sederhana, memulai melemparkan perhatian-perhatian kecil yang ku anggap sudah istimewa sejak dulu. Entah kenapa, kau begitu berubah sejak mengenal dunia jalan-jalanmu. Menurutku, bukan tentang kau kemana pergi dan kemana kau melanglang buana. Tapi, tentang dimana kau bisa melebihkan waktumu untuk menanyakan apa aku disini baik-baik saja apa bukan? 

Hahaha, aku tertawa tertahan. Seakan hari hariku mulai berteman dengan sepih, kemanakah kabarmu? Apa kau merindukanku? Suara pelan menyeringai di ruangan yang berisikan peralatan kampusku. Jam dinding mulai menertawakanku, lampu lampu mulai mengejekku. Seakan mereka berkata, kau merindukannya ya? kau rindu sama kenangan dulu saat saat kalian bersama ya? Tiba-tiba hapeku terjatuh kelantai, dan aku tersadar dalam lamunan. 

Apa iya aku merindukannya? 

Dalam bisik, sudah biarkan saja do'a jadi pengantar rinduku dengannya disana. Biarlah ku menjadi seorang yang suka menahan rindu , asal nama dia masih sering muncul di dalam do'a. Pikirku dengan kuat. 

Malam terus berganti, rindu tak pernah berhenti. Tak ada yang bisa ku panjatkan selain do'a yang ridho agar kau disana lekas berhenti untuk bermain-main dengan duniamu. Sebab, masa depanmu sudah menunggu. Ini bukan tentang aku tak pernah memperdulikanmu, tapi ini perihal bahwa diam-diam aku meindukanmu. Segeralah memberiku kabar, segeralah membuatku tertawa lagi. Aku merindukanmu dalam diam. Dalam kelap malam yang indah. Semoga saja do'a do'a yang ku panjatkan menyadarkanmu, bahwa AKU RINDU KAMU.




-Fikri Ibrahim (im)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar