Selasa, 04 Februari 2014

SUBUR DI HATI SUBUR DI MEDIA

Salam dari kedipan mata yang memandang kelam meminta untuk selalu kusapa dengan daya tak begitu kuat. Ada harapan, ada kenangan, ada pula perhatian yang mungkin bisa membawa sore ini kembali menyapaku. Aku melihat ke atas, apa yang selalu ku bayangkan di langit itu? Apa selalu meminta untuk ku lampiaskan ke tulisan ini? Sampai aku lelah memandanginya, takkan disuruhpun niat yang ku tekatkan harus dibenai dari pancaran yang memanjang dan melingkar di roda perputaran ini. 

Beralih dari udara yang panas dan gersang akan dedaunan ini seakan membuatku tak mengeluh. Walau banyak media yang sekarang tempat ajang dimana setiap kegiatan yang dialami selalu
dituliskan. Dari segi baiknya ada, banyak manfaat dari media ini yaitu bisa melatih pemikiran yang sedang dijalanin bisa terungkap di soial media ini. Banyak sekali, sampai-sampai hal yang tak seharusnya diucapkan kini keluar apa adanya dengan media ini. Tapi dari segi buruknya ada yang memihak untuk tempat yang tak seharusnya kalangan lain tau tentang keburukan yang dialami, kerusakan dikota sendiri. Seharusnya kota itu mekar dengan ucapan-ucapan penyemangat bukan dengan memburukkan keindahannya.

Melati saja tetap memutih walau dia masih layu tanpa cahaya, kenapa kalangan mengeluh ketika panas melanda. Melati bisa menahan rasa yang setiap makhluk merasakan panasnya perputaran matahari ini. kenapa kita tak bisa? Apa kita masih kurang kuat untuk ini semua.  Masih banyak ciptaan yang merasakannya, masih bisa menerima walau panas sengatan ini membuat keringat dimana-mana bercucuran. 

Turut prihatinlah akan semua kebutaan ini, banyak dedaunan yang ingin hidupnya subur sesubur manusia. Sesubur kita tumbuh dengan usia bertambah. Semakin hari semakin membuta, kita buta akan kehidupan yang membawa semuanya jadi mengada-ngada. Semuanya menjadi runyam di kehidupan yang serba segalanya. 

Hanya bisa memandangi semua yang terjadi apa adanya, ada mengada, ada lampiasan. Semua kembali ke yang paling sempurna di ciptaan tuhan. Jikalau masih terjadi yang mengada-ngadakan, mengasal-ngasalkan semuanya. kalau setiap yang redup pasti bisa membuka kembali ke terang di dunia yang nyata ini.

Aku bukan menuliskan apa yang ku pandang dengan kepanasan hari ini, melainkan dengan berjalannya perputaran media, perputaran angka jarum jam yang ku rasa semakin hari semakin cepat berlalu. Berpikirlah seperti yang sudah menjadi pahlawan. Bisa menjaga semua amanah dan semua cerita hari-harinya. Dengan begini mungkin Di media bisa subur seperti tumbuhan yang menghijau, tak ada lagi yang gersang seperti cerita-cerita mengada-ngada.

Salam dari penyuka senja yang merona, semoaga di media ini bisa kembali subur dikala membludakkan cerita-cerita indah seindah harapan kita masing-masing. 

-- Fikri Ibrahim Hrp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar