Rabu, 08 Januari 2014

Hirupan yang tak sama seperti Senja

Aku duduk tersandar di bahu bumi, melirik sedikit demi sedikit keindahan. Memandang, membayangkan kelembutan udara segar . Kicauan merdu memanggilku, dia berucap "hiruplah sesukamu" Sesuka yang pernah menjatuhkan hatimu. Ingatkan tekat yang indah diantara indahnya Udaramu. 

Berdiri diantara kicauan, kasar sampai lembut. Hirupan ini semakin mendesak ke dada menusuk lalu merenggut labirin labirin kecil menggoyahkan ingatan tentang Senja , Senja yang be-rirama, Senja berwarna Oranye dihiasi kebiru-biruan di langit. Udara dan senja seakan menyatukan hiasan.


Lirih hati sedikit tersentuh dengan senja yang sudah bertabur warna. Berbicara pelan, mengusik ke telingah kesana kesini tak henti arah. Warna itu semakin menonjolkan diri, menyempurnahkan kenyataan. Kali ini bukan lagi senja yang ku banggakan, tetapi Udara. Udara yang sedari dulu segar, kini berubah menjadi rusak. iya merusakkan paru paru bumi . Perlahan tapi pasti tanpa di sadari aku sudah terlibat dan terjerat di udara yang merusak ini. Aku sungguh takut akan keadaan seperti ini.

Udara oh udara. kenapa Kamu bisa merubah semuanya? kenapa? kamu tahu kan sekarang paru paru bumi rusak akibat perlakuan asapmu yang semenah-menah bertabur. Kamu gak bisa seperti senja yang hanya memperlihatkan keindahannya mempercantik dunia. Bukan seperti kamu "Udara" . . . Helaan nafas seakan membatuk. Sudahi taburan Asap rusak itu aku takut semakin merusak ke dasar paru paru selanjutnya.

Aku masih saja membayangkan semua ini, semua yang mulanya indah di resapan udaramu. kini kau kotori dengan Polusi yang merusak paru paru bumi. Hanya bisa membiarkan dan merajukkan diri ke Senja bukan lagi ke Udara. Setiap insan pasti membutuhkan kedua-duanya bukan udara saja, bukan Senja saja . kemana Udara yang tadinya ku anggap segar sesegar udara embun pagi. Udara yang bisa menghantarkan kerinduan jika benar diresapin dan dibayangkan .Kemana dia pergi ? Apa dia menghilang . . .
Sungguh berbeda di hirupan pagi siang bahkan malam yang sekarang di rumpuni udara kasar seperti asap. Apapun ini, tanpa ku helahkan ini harus dan memang sudah tejadi. 

Selamat menjauh udara segar, Aku harus mencintai senja sepenuhnya lagi . Walau dari kecil aku suka sama udara segarmu. kalau ini aku harus merelakanmu bersama udara kasar itu . 


By : Fikri Ibrahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar